MAKALAH TENTANG BAHASA JURNALISTIK
MAKALAH
MATA KULUIAH : JURNALISTIK
TENTANG
BAHASA JURNALISTIK
DISUSUN OLEH:
Kelompok : II (Dua)
1.
Irwansyah (10.01.079)
2.
Sumiati (10.01.026)
3.
Haeruramadan (10.01. )
4.
Rizkiana Fatah (10.01. )
SEKOLAH TINGGI
KEGURUAN & ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) YAPIS
DOMPU
TAHUN AKADEMIK
2011/2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat-Nya kepada kita semua sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya, walaupun masih ada kekurangan-kekurannya.Salam dan salawat
atas junjungan Nabi besar Muhammad yang telah membawa kita dari zaman kebodohan
menuju zaman intelektualitas seperti yang kita rasakan sekarang ini. terima
kasih kepada Hasan.M.Pd selaku dosen pengampun mata kuliah Jurnalistik, dan
rekan-rekan mahasiswa yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini.Saya
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih ada kekurangannya, maka dari
itu saya mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan khususnya
guru Bahasa dan Sastra Indonesia.
Dompu, 20
Desember 2013
Penulis,
Kelompok II
DAFTAR ISI
Halaman
Sampul……..……………...….……………………………………………
Kata
Pengantar ………………………………………………………………………
Daftar
Isi…………………………………………………………………………….
BAB I:
PENDAHULUAN………….………………………………………………..
BAB II:
PEMBAHASAN……………………………………………………………
A.
Pengertian Jurnalistik…………….…………………………………………...
B.
Penegertian Bahasa Jurnalistik………………………………………….........
C.
Ciri-Ciri Bahasa
Jurnalistik………..…………………………………............
D.
Bahasa Jurnalistik Di Indonesia………………………………………………
BAB III:
PENUTUP
A.
Simpulan …………………………………………………………..………
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk
berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Bahasa yang baik berkembang
berdasarkan suatu sistem, yaitu seperangkat aturan yang dipatuhi oleh
pemakainya. Bahasa sendiri berfungsi sebagai sarana komunikasi serta sebagai
sarana integrasi dan adaptasi.
Kita sering berkomunikasi terlebih kita selalu berinteraksi dengan
suatu bahasa baik itu secara tatap muka ataupun dengan suatu alat penghubung.
Dengan bahasa kita mampu mengerti apa maksud dan tujuan antara komunikan dan
komunikator. Bahasa sangatlah penting untuk interaksi kita di dunia ini baik
untuk tujuan bisnis, pendidikan, etnis, sejarah juga untuk kepentigan bangsa
dan negara.
Bahasa juga identik dengan ciri khas suatu bangsa negara itu
sendiri, menjadi suatu pembeda juga pemersatu untuk bangsa. Karna itu kita
patutlah bangga dengan bahasa kita, karna dengan adanya bahasa di negara kita
yaitu bahasa Indonesia, bangsa kita mempunyai ciri khas, pemersatu antar daerah
natau suku juga pembeda dengan negara lain.
1.2. RUMUSAN MASALAH
A.
Apakah pengertian jurnalistik?
B. Apakah
pengertian bahasa jurnalistik?
C.
Apakah ciri utama dan karakteristik bahasa jurnalistik?
D.
Bagaimana bahasa jurnalistik di Indonesia?
1.3. TUJUAN
A. Menjelaskan
pengertian jurnalistik
B.
Menjelaskan pengertian bahasa jurnalistik
C.
Menjelaskan ciri utama dan karakteristik bahasa jurnalistik
D.
Menjelaskan bahasa jurnalistik dan efesiensinya di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN JURNALISTIK
Ragam bahasa yang kita kenal dalam bahasa Indonesia ada dua, yakni
ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis. Salah satu bagian dari ragam bahasa
tulis adalah jurnalistik.
Jurnalistik merupakan bagian dari media massa yang berhubungan
dengan masyarakat luas. Maka dari itu untuk menyampaikan pesan kepada
masyarakat luas haruslah menggunakan bahasa dengan kadar kemampuan minimal.
Masyarakat pembaca media terdiri dari kalangan atas sampai bawah, sehingga
bahasa yang digunakan juga harus disesuaikan kemampuan dengan pembaca. Itulah
sebabnya bahasa yang digunakan harus memasyarakat sesuai dengan bahasa yang
digunakan sehari-hari.
Bahasa
yang digunakan dalam jurnalistik adalah bahasa yang dipakai dalam kehidupan
sehari-hari sehingga semua orang yang melek aksara dapat dengan mudah mencerna
isi atau pesan yang disampaikan. Meskipun bahasa yang digunakan adalah bahasa sehari-hari,
namun tidak boleh asal dalam menulis bahasa jurnalistik. Bahasa jurnalistik
juga harus sesuai dengan norma tata penulisan yakni kaidah yang berlaku, dalam
hal ini harus sesuai dengan EYD. Selain itu, kalimat yang digunakan juga harus
mempertimbangkan unsur kohesi dan koherensi sehingga tidak menimbulkan
kerancuan agar mudah dimengerti oleh khalayak.
Bahasa
jurnalistik mengalami perkembangan yang pesat. Perkembangan ini seiring dengan
perkembangan masyarakat, sehingga seringkali muncullah istilah baru untuk
menggambarkan kondisi masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa bahasa jurnalistik
selalu mengalami perkembangan setiap harinya sesuai dengan perkembangan
kehidupan masyarakat.
Masa
edar yang terbatas dari media massa membuat materi berita cepat basi. Periode
suatu berita ada yang harian, mingguan, dan bulanan. Bisa saja berita yang
dibaca hari ini sudah tidak aktual lagi untuk dibaca esok harinya. Atau bisa
saja suatu berita mempunyai kesinambungan cerita bahkan selalu menarik untuk
diikuti setiap harinya sampai berita itu dirasa sudah membosankan, contohnya
berita tentang Denni Indrayana, ”Wamen Menampar Penjaga Lapas”.
Hal
ini tentu berbeda dengan buku atau bacaan lainnya yang membutuhkan waktu lama
untuk membaca. Sifat dan isi buku juga tidak terbatas oleh waktu sehingga
sebuah buku bisa dibaca kapan saja dan tetap menarik untuk dibaca tanpa
dibatasi oleh waktu. Sebaliknya, bagi para pembaca media massa dalam membaca
sebuah berita mereka tidak membutuhkan waktu lama, bahkan ada juga yang
membacanya sambil lalu. Hal ini dikarenakan sifat berita yang cepat basi dan
pembaca hanya membutuhkan informasi yang up to date saja. Itulah perbedaan
antara media massa dan buku.
B. PENGERTIAN
BAHASA JURNALISTIK
Bahasa Jurnalistik adalah gaya bahasa yang digunakan wartawan dalam
menulis berita. Disebut juga Bahasa Komunikasi Massa (Language of Mass
Communication, disebut pula Newspaper
Language), yakni bahasa yang digunakan dalam komunikasi melalui media
massa, baik komunikasi lisan (tutur) di media elektronik (radio dan TV) maupun
komunikasi tertulis (media cetak dan online), dengan ciri khas singkat, padat,
dan mudah dipahami.
C. CIRI-CIRI BAHASA JURNALISTIK
Bahasa Jurnalistik memiliki dua ciri utama : komunikatif dan
spesifik. Komunikatif artinya langsung menjamah materi atau langsung ke pokok
persoalan (straight to the point), bermakna tunggal, tidak konotatif,
tidak berbunga-bunga, tidak bertele-tele, dan tanpa basa-basi. Spesifik artinya
mempunyai gaya penulisan tersendiri, yakni kalimatnya pendek-pendek, kata-katanya
jelas, dan mudah dimengerti orang awam.
Marshall McLuhan sebagai penggagas teori “Medium is the message”
menyatakan bahwa setiap media mempunyai tatabahasanya sendiri yakni seperangkat
peraturan yang erat kaitannya dengan berbagai alat indra dalam hubungannya
dengan penggunaan media. Setiap tata bahasa media memiliki kecenderungan (bias)
pada alat indra tertentu. Oleh karenanya media mempunyai pengaruh yang berbeda
pada perilaku manusia yang menggunakannya (Rakhmat, 1996: 248).
Secara lebih seksama bahasa jurnalistik
dapat dibedakan pula berdasarkan bentuknya menurut media menjadi bahasa
jurnalistik media cetak, bahasa jurnalistik radio, bahasa jurnalistik televisi
dan bahasa jurnalistik media online internet. Bahasa jurnalistik media cetak,
misalnya, kecuali harus mematuhi kaidah umum bahasa jurnalistik, juga memiliki
ciri-ciri yang sangat khusus yang membedakannya dari bahasa jurnalistik radio,
bahasa jurnalistik TV, dan bahasa jurnalistik media online internet.
Terdapat 17 ciri utama bahasa jurnalistik
yang berlaku untuk semua bentuk media berkala tersebut. yakni sederhana,
singkat, padat, lugas, jelas, jernih, menarik, demokratis, populis, logis,
gramatikal, menghindari kata tutur, menghindari kata dan istilah asing, pilihan
kata. (diksi) yang tepat, mengutamakan kalimat aktif, sejauh mungkin
menghindari pengunaan kata atau istilah-istilah teknis, dan tunduk kepada
kaidah etika (Sumadiria, 2005:53-61). Berikut perincian penjelasannya.
1.
Sederhana.
Sederhana
berarti selalu mengutamakan dan memilih kata atau. kalimat yang paling banyak
diketahui maknanya oleh khalayak pembaca yang sangat heterogen, baik dilihat
dari tingkat intelektualitasnya maupun karakteristik demografis dan
psikografisnya. Kata-kata dan kalimat yang rumit, yang hanya dipahami maknanya
oleh segelintir orang, tabu digunakan dalam bahasa jurnalistik.
2.
Singkat
Singkat berarti langsung kepada pokok masalah (to the point), tidak bertele-tele, tidak berputar-putar, tidak memboroskan waktu pembaca yang sangat berharga. Ruangan atau kapling yang tersedia pada kolom-¬kolom halaman surat kabar, tabloid, atau majalah sangat terbatas, sementara isinya banyak dan beraneka ragam. Konsekwensinya apa pun pesan yang akan disampaikan tidak boleh bertentangan dengan filosofi, fungsi, dan karakteristik pers.
Singkat berarti langsung kepada pokok masalah (to the point), tidak bertele-tele, tidak berputar-putar, tidak memboroskan waktu pembaca yang sangat berharga. Ruangan atau kapling yang tersedia pada kolom-¬kolom halaman surat kabar, tabloid, atau majalah sangat terbatas, sementara isinya banyak dan beraneka ragam. Konsekwensinya apa pun pesan yang akan disampaikan tidak boleh bertentangan dengan filosofi, fungsi, dan karakteristik pers.
3.
Padat
Menurut. PatmonoSK, redaktur senior Sinar Harapan dalam buku Teknik Jurnalislik (1996: 45), padat dalam bahasa jurnalistik berarti sarat informasi. Setiap kalimat dan paragrap yang ditulis memuat banyak informasi penting dan menarik untuk khalayak pembaca. Ini berarti terdapat perbedaan yang tegas antara kalimat singkat dan kalimat padat. Kalinat yang singkat tidak berarti memuat banyak informasi. Sedangkan kaliamat yang padat, kecuali singkat juga mengandung lebih banyak informasi.
Menurut. PatmonoSK, redaktur senior Sinar Harapan dalam buku Teknik Jurnalislik (1996: 45), padat dalam bahasa jurnalistik berarti sarat informasi. Setiap kalimat dan paragrap yang ditulis memuat banyak informasi penting dan menarik untuk khalayak pembaca. Ini berarti terdapat perbedaan yang tegas antara kalimat singkat dan kalimat padat. Kalinat yang singkat tidak berarti memuat banyak informasi. Sedangkan kaliamat yang padat, kecuali singkat juga mengandung lebih banyak informasi.
4.
Lugas
Lugas berarti tegas, tidak ambigu, sekaligus menghindari eufemisme atau penghalusan kata dan kalimat yang bisa membingunglian khalayak pembaca sehingga terjadi perbedaan persepsi dan kesalahan konklusi. Kata yang lugas selalu menekankan pada satu arti serta menghindari kemungkinan adanya penafsiran lain terhadap arti dan makna kata tersebut.
Lugas berarti tegas, tidak ambigu, sekaligus menghindari eufemisme atau penghalusan kata dan kalimat yang bisa membingunglian khalayak pembaca sehingga terjadi perbedaan persepsi dan kesalahan konklusi. Kata yang lugas selalu menekankan pada satu arti serta menghindari kemungkinan adanya penafsiran lain terhadap arti dan makna kata tersebut.
5.
Jelas
Jelas berarti mudah ditangkap maksudnya, tidak baur dan kabur. Sebagai contoh, hitam adalah wara yang jelas. Putih adalah warna yang jelas. Ketika kedua warna itu disandingkan, maka terdapat perbedaan yang tegas mana disebut hitam, mana pula yang disebut putih. Pada. Kedua warna itu sama sekali tidak ditemukan nuansa warna abu-abu. Perbedaan warna hitam dan putih melahirkan kesan kontras. Jelas di sini mengandung tiga arti: jelas artinya, jelas susunan kata atau kalimatnya sesuai dengan kaidah subjek-objek-predikat- keterangan (SPOK), jelas sasaran atau maksudnya.
Jelas berarti mudah ditangkap maksudnya, tidak baur dan kabur. Sebagai contoh, hitam adalah wara yang jelas. Putih adalah warna yang jelas. Ketika kedua warna itu disandingkan, maka terdapat perbedaan yang tegas mana disebut hitam, mana pula yang disebut putih. Pada. Kedua warna itu sama sekali tidak ditemukan nuansa warna abu-abu. Perbedaan warna hitam dan putih melahirkan kesan kontras. Jelas di sini mengandung tiga arti: jelas artinya, jelas susunan kata atau kalimatnya sesuai dengan kaidah subjek-objek-predikat- keterangan (SPOK), jelas sasaran atau maksudnya.
6.
Jernih
Jernih berarti bening, tembus pandang, transparan, jujur, tulus, tidak menyembunyikan sesuatu yang lain yang bersifat negatif seperti prasangka atau fitnah. Sebagai bahan bandingan, kita hanya dapat menikmati keindahan ikan hias arwana atau oscar hanya pada akuarium dengan air yang jernih bening. Oscar dan arwana tidak akan melahirkan pesona yang luar biasa apabila dimasukkan ke dalam kolam besar di persawahan yang berair keruh.
Jernih berarti bening, tembus pandang, transparan, jujur, tulus, tidak menyembunyikan sesuatu yang lain yang bersifat negatif seperti prasangka atau fitnah. Sebagai bahan bandingan, kita hanya dapat menikmati keindahan ikan hias arwana atau oscar hanya pada akuarium dengan air yang jernih bening. Oscar dan arwana tidak akan melahirkan pesona yang luar biasa apabila dimasukkan ke dalam kolam besar di persawahan yang berair keruh.
Dalam
pendekatan analisis wacana, kata dan kalimat yang jernih berarti kata dan
kalimat yang tidak memiliki agenda tersembunyi di balik pemuatan suatu berita
atau laporan kecuali fakta, kebenaran, kepentingan public. Dalam bahasa kiai,
jermh berarti bersikap berprasangka baik (husnudzon) dan sejauh mungkin
menghindari prasangka buruk (suudzon). Menurut orang komunikasi, jernih berarti
senantiasa mengembangkan pola piker positif (positive thinking) dan menolak pola
pikir negative (negative thinking). Hanya dengan pola pikir positif kita akan
dapat melihat semua fenomena dan persoalan yang terdapat dalam masyarakat dan
pemerintah dengan kepala dingin, hati jernih dan dada lapang.
Pers,
atau lebih luas lagi media massa, di mana pun tidak diarahkan untuk membenci
siapa pun. Pers ditakdirkan untuk menunjukkan sekaligus mengingatkan tentang
kejujuran, keadilan, kebenaran, kepentingan rakyat. Tidak pernah ada dan
memang tidak boleh ada, misalnya hasutan pers untuk meraih kedudukan atau
kekuasaan politik sebagaimana para anggota dan pimpinan partai politik.
7.
Menarik
Bahasa jurnalistik harus menarik. Menarik artinya mampu membangkitkan minat dan perhatian khalayak pembaca, memicu selera baca, serta membuat orang yang sedang tertidur, terjaga seketika. Bahasa jurnalistik berpijak pada prinsip: menarik, benar, dan baku.
Bahasa ilmiah merujuk pada pedoman: benar dan baku saja. Inilah yang menyebabkan karya-karya ilmiah lebih cepat melahirkan rasa kantuk ketika dibaca daripada memunculkan semangat dan rasa penasaran untuk disimak lebih lama. Bahasa jurnalistik hasil karya wartawan, sementara karya ilmiah hasil karya ilmuwan. Wartawan sering juga disebut seniman.
Bahasa jurnalistik menyapa khalayak pembaca dengan senyuman atau bahkan cubitan sayang, bukan dengan mimik muka tegang atau kepalan tangan dengan pedang. Karena itulah, sekeras apa pun bahasa jurnalistik, ia tidak akan dan tidak boleh membangkitkan kebencian serta permusuhan dari pembaca dan pihak mana pun. Bahasa jurnalistik memang harus provokatif tetapi tetap merujuk kepada pendekatan dan kaidah normatif. Tidak semena-mena, tidak pula bersikap durjana. Perlu ditegaskan salah satu fungsi pers adalah edukatif. Nilai dan nuansa edukatif itu, juga harus tampak pada bahasa jurnalistik pers.
Bahasa jurnalistik harus menarik. Menarik artinya mampu membangkitkan minat dan perhatian khalayak pembaca, memicu selera baca, serta membuat orang yang sedang tertidur, terjaga seketika. Bahasa jurnalistik berpijak pada prinsip: menarik, benar, dan baku.
Bahasa ilmiah merujuk pada pedoman: benar dan baku saja. Inilah yang menyebabkan karya-karya ilmiah lebih cepat melahirkan rasa kantuk ketika dibaca daripada memunculkan semangat dan rasa penasaran untuk disimak lebih lama. Bahasa jurnalistik hasil karya wartawan, sementara karya ilmiah hasil karya ilmuwan. Wartawan sering juga disebut seniman.
Bahasa jurnalistik menyapa khalayak pembaca dengan senyuman atau bahkan cubitan sayang, bukan dengan mimik muka tegang atau kepalan tangan dengan pedang. Karena itulah, sekeras apa pun bahasa jurnalistik, ia tidak akan dan tidak boleh membangkitkan kebencian serta permusuhan dari pembaca dan pihak mana pun. Bahasa jurnalistik memang harus provokatif tetapi tetap merujuk kepada pendekatan dan kaidah normatif. Tidak semena-mena, tidak pula bersikap durjana. Perlu ditegaskan salah satu fungsi pers adalah edukatif. Nilai dan nuansa edukatif itu, juga harus tampak pada bahasa jurnalistik pers.
8.
Demokratis
Salah satu ciri yang paling menonjol dari bahasa jurnalistik adalah demokratis. Demokratis berarti bahasa jurnalistik tidak mengenal tingkatan, pangkat, kasta, atau perbedaan dari pihak yang menyapa dan pihak yang disapa sebagaimana di jumpai dalam gramatika bahasa Sunda dan bahasa Jawa. Bahasa jurnalistik menekankan aspek fungsional dan komunal, sehingga samasekali tidak dikenal pendekatan feudal sebagaimana dijumpai pada masyarakat dalam lingkungan priyayi dan kraton.
Bahasa jurnalistik memperlakukan siapa pun apakah presiden atau tukang becak, bahkan pengemis dan pemulung secara sama.Kalau dalam berita disebutkan presiden mengatakan, maka kata mengatakan tidak bisa atau harus diganti dengan kata bersabda. Presiden dan pengemis keduanya tetap harus ditulis mengatakan. Bahasa jurnalistik menolak pendekatan diskriminatif dalam penulisan berita, laporan, gambar, karikatur, atau teks foto.
Salah satu ciri yang paling menonjol dari bahasa jurnalistik adalah demokratis. Demokratis berarti bahasa jurnalistik tidak mengenal tingkatan, pangkat, kasta, atau perbedaan dari pihak yang menyapa dan pihak yang disapa sebagaimana di jumpai dalam gramatika bahasa Sunda dan bahasa Jawa. Bahasa jurnalistik menekankan aspek fungsional dan komunal, sehingga samasekali tidak dikenal pendekatan feudal sebagaimana dijumpai pada masyarakat dalam lingkungan priyayi dan kraton.
Bahasa jurnalistik memperlakukan siapa pun apakah presiden atau tukang becak, bahkan pengemis dan pemulung secara sama.Kalau dalam berita disebutkan presiden mengatakan, maka kata mengatakan tidak bisa atau harus diganti dengan kata bersabda. Presiden dan pengemis keduanya tetap harus ditulis mengatakan. Bahasa jurnalistik menolak pendekatan diskriminatif dalam penulisan berita, laporan, gambar, karikatur, atau teks foto.
Secara
ideologis, bahasa jurnalistik melihat setiap individu memiliki kedudukan yang
sama di depan hukum schingga orang itu tidak boleh diberi pandangan serta
perlakuan yang berbeda. Semuanya sejajar dan sederajat. Hanya menurut
perspektif nilai berita (news value) yang membedakan diantara keduanya. Salah
satu penyebab utama mengapa bahasa Indonesia dipilih dan ditetapkan sebagai
bahasa negara, bahasa pengikat persatuan dan kesatuan bangsa, karena.
bahasa Melayu sebagai cikal bakal bahasa Indonesia memang sangat demokratis.
Sebagai contoh, prisiden makan, saya makan, pengemis makan, kambing makan.
9.
Populis
Populis berarti setiap kata, istilah, atau kalimat apa pun yang terdapat dalam karya-karya jurnalistik harus akrab di telinga, di mata, dan di benak pikiran khalayak pembaca, pendengar, atau. pemirsa. Bahasa jurnalistik harus merakyat, artinya diterima dan diakrabi oleh semua lapisan masyarakat. Mulai dari pengamen sampai seorang presiden, para pembantu rumah tangga sampai ibu-ibu pejabat dharma wanita. Kebalikan dari populis adalah elitis. Bahasa yang elitis adalah bahasa yang hanya dimengerti dan dipahami segelintir kecil orang saja, terutama mereka yang berpendidikan dan berkedudukan tinggi.
Populis berarti setiap kata, istilah, atau kalimat apa pun yang terdapat dalam karya-karya jurnalistik harus akrab di telinga, di mata, dan di benak pikiran khalayak pembaca, pendengar, atau. pemirsa. Bahasa jurnalistik harus merakyat, artinya diterima dan diakrabi oleh semua lapisan masyarakat. Mulai dari pengamen sampai seorang presiden, para pembantu rumah tangga sampai ibu-ibu pejabat dharma wanita. Kebalikan dari populis adalah elitis. Bahasa yang elitis adalah bahasa yang hanya dimengerti dan dipahami segelintir kecil orang saja, terutama mereka yang berpendidikan dan berkedudukan tinggi.
10. Logis
Logis berarti apa pun yang terdapat dalam kata, istilah, kalimat, atau paragraph jurnalistik harus dapat diterima dan tidak bertentangan dengan akal sehat (common sense). Bahasa jurnalistik harus dapat diterima dan sekaligus mencerminkan nalar. Di sini berlaku hokum logis. Sebagai contoh, apakah logis kalau dalam berita dikatakan: jumlah korban tewas dalam musibah longsor dan banjir banding itu 225 orang namun sampai berita ini diturunkan belum juga melapor.. Jawabannya tentu saja sangat tidak logis, karena mana mungkin korban yang sudah tewas, bisa melapor?
Menurut salah seorang wartawan senior Kompas dalam bukunya yang mengupas masalah kalimat jumalistik, dengan berbekal kemampuan menggunakan logika (silogisme), seorang wartawan akan lebih jeli menangkap suatu keadaan, fakta, persoalan, ataupun pernyataan seorang sumber berita. Ia akan lebih kritis, tidak mudah terkecoh oleh sumber berita yang mengemukakan peryataan atau keterangan dengan motif-mo¬tif tertentu (Dewabrata, 2004:76).
Logis berarti apa pun yang terdapat dalam kata, istilah, kalimat, atau paragraph jurnalistik harus dapat diterima dan tidak bertentangan dengan akal sehat (common sense). Bahasa jurnalistik harus dapat diterima dan sekaligus mencerminkan nalar. Di sini berlaku hokum logis. Sebagai contoh, apakah logis kalau dalam berita dikatakan: jumlah korban tewas dalam musibah longsor dan banjir banding itu 225 orang namun sampai berita ini diturunkan belum juga melapor.. Jawabannya tentu saja sangat tidak logis, karena mana mungkin korban yang sudah tewas, bisa melapor?
Menurut salah seorang wartawan senior Kompas dalam bukunya yang mengupas masalah kalimat jumalistik, dengan berbekal kemampuan menggunakan logika (silogisme), seorang wartawan akan lebih jeli menangkap suatu keadaan, fakta, persoalan, ataupun pernyataan seorang sumber berita. Ia akan lebih kritis, tidak mudah terkecoh oleh sumber berita yang mengemukakan peryataan atau keterangan dengan motif-mo¬tif tertentu (Dewabrata, 2004:76).
11. Gramatikal
Gramatikal berarti kata, istilah, atau kalimat apa pun yang dipakai dan dipilih dalam bahasa jurnalistik harus mengikuti kaidah tata bahasa baku. Bahasa baku artinya bahasa resmi sesuai dengan ketentuan tata bahasa serta pedoman ejaan yang disempurnakan berikut pedoman pembentukan istilah yang menyertainya. Bahasa baku adalah bahasa yang paling besar pengaruhnya dan paling tinggi wibawanya pada suatu bangsa atau kelompok masyarakat. Contoh berikut adalah bahasa jurnalistik nonbaku atau tidak gramatikal: Ia bilang, presiden menyetujui anggaran pendidikan dinaikkan menjadi 15 persen dari total APBN dalam tiga tahun ke depan. Contoh bahasa jumalistik baku atau gramatikal: Ia mengatakan, presiden menyetujui anggaran pendidikan dinaikkan menjadi 25 persen dari total APBN dalam lima tahun ke depan.
Gramatikal berarti kata, istilah, atau kalimat apa pun yang dipakai dan dipilih dalam bahasa jurnalistik harus mengikuti kaidah tata bahasa baku. Bahasa baku artinya bahasa resmi sesuai dengan ketentuan tata bahasa serta pedoman ejaan yang disempurnakan berikut pedoman pembentukan istilah yang menyertainya. Bahasa baku adalah bahasa yang paling besar pengaruhnya dan paling tinggi wibawanya pada suatu bangsa atau kelompok masyarakat. Contoh berikut adalah bahasa jurnalistik nonbaku atau tidak gramatikal: Ia bilang, presiden menyetujui anggaran pendidikan dinaikkan menjadi 15 persen dari total APBN dalam tiga tahun ke depan. Contoh bahasa jumalistik baku atau gramatikal: Ia mengatakan, presiden menyetujui anggaran pendidikan dinaikkan menjadi 25 persen dari total APBN dalam lima tahun ke depan.
12. Menghindari kata tutur
Kata tutur ialah kata yang biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari secara informal. Kata tutur ialah kata-kata yang digunakan dalam percakapan di warung kopi, terminal, bus kota, atau di pasar. Setiap orang bebas untuk menggunakan kata atau istilah apa saja sejauh pihak yang diajak bicara memahami maksud dan maknanya. Kata tutur ialah kata yang hanya menekankan pada pengertian, sama sekali tidak memperhatikan masalah struktur dan tata bahasa. Contoh kata-kata tutur: bilang, dilangin, bikin, diksih tahu, mangkanya, sopir, jontor, kelar, semangkin.
Kata tutur ialah kata yang biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari secara informal. Kata tutur ialah kata-kata yang digunakan dalam percakapan di warung kopi, terminal, bus kota, atau di pasar. Setiap orang bebas untuk menggunakan kata atau istilah apa saja sejauh pihak yang diajak bicara memahami maksud dan maknanya. Kata tutur ialah kata yang hanya menekankan pada pengertian, sama sekali tidak memperhatikan masalah struktur dan tata bahasa. Contoh kata-kata tutur: bilang, dilangin, bikin, diksih tahu, mangkanya, sopir, jontor, kelar, semangkin.
13. Menghindari kata dan istilah asing
Berita ditulis untuk dibaca atau didengar. Pembaca atau pendengar harus tahu arti dan makna setiap kata yang dibaca dan didengarnya. Berita atau laporan yang banyak diselipi kata-kata asing, selain tidak informatif dan komunikatif juga membingungkan.
Menurut teori komunikasi, khalayak media massa anonym dan heterogen. tidak saling mengenal dan benar-benar majemuk, terdiri atas berbagai suku bangsa, latar belakang sosial-ekonomi, pendidikan, pekerjaan, profesi dan tempat tinggal. Dalam perspektif teori jurnalistik, memasukkan kata atau istilah asing pada berita yang kita tulis, kita udarakan atau kita tayangkan, sama saja dengan sengaja menyebar banyak duri di tengah jalan. Kecuali menyiksa diri sendiri, juga mencelakakan orang lain.
Berita ditulis untuk dibaca atau didengar. Pembaca atau pendengar harus tahu arti dan makna setiap kata yang dibaca dan didengarnya. Berita atau laporan yang banyak diselipi kata-kata asing, selain tidak informatif dan komunikatif juga membingungkan.
Menurut teori komunikasi, khalayak media massa anonym dan heterogen. tidak saling mengenal dan benar-benar majemuk, terdiri atas berbagai suku bangsa, latar belakang sosial-ekonomi, pendidikan, pekerjaan, profesi dan tempat tinggal. Dalam perspektif teori jurnalistik, memasukkan kata atau istilah asing pada berita yang kita tulis, kita udarakan atau kita tayangkan, sama saja dengan sengaja menyebar banyak duri di tengah jalan. Kecuali menyiksa diri sendiri, juga mencelakakan orang lain.
14. Pilihan kata (diksi) yang tepat
Bahasa jurnalistik sangat menekankan efektivitas. Setiap kalimat yang disusun tidak hanya harus produktif tetapi juga tidak boleh keluar dari asas efektifitas. Artinya setiap kata yang dipilih, memang tepat dan akurat sesuai dengan tujuan pesan pokok yang ingin disampaikan kepada khlayak. Pilihan kata atau diksi, dalam bahasa jurnalistik, tidak sekadar hadir sebagai varian dalam gaya, tetapi juga sebagai suatu keputusan yang didasarkan kepada pertimbangan matang untuk mencapai efek optimal terhadap khalayak.
Bahasa jurnalistik sangat menekankan efektivitas. Setiap kalimat yang disusun tidak hanya harus produktif tetapi juga tidak boleh keluar dari asas efektifitas. Artinya setiap kata yang dipilih, memang tepat dan akurat sesuai dengan tujuan pesan pokok yang ingin disampaikan kepada khlayak. Pilihan kata atau diksi, dalam bahasa jurnalistik, tidak sekadar hadir sebagai varian dalam gaya, tetapi juga sebagai suatu keputusan yang didasarkan kepada pertimbangan matang untuk mencapai efek optimal terhadap khalayak.
Pilihan kata atau
diksi yang tidak tepat dalam setiap kata jurnalistik, bisa menimbulkan akibat
fatal. Seperti ditegaskan seorang pakar bahasa terkemuka, pengertian pilihan
kata atau diksi jauh lebih luas dari apa yang dipantulkan oleh jalinan kata
itu. Istilah ini bukan saja digunakan untuk menyatakan kata-kata mana yang
dipakai untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi juga meliputi
persoalan fraseologi, gaya bahasa, dan ungkapan. Fraseologi mencakup persoalan
kata-kata dalam pengelompokan atau susunannya, atau yang menyangkut cara-cara
yang khusus berbentuk ungkapan-ungkapan. Gaya bahasa sebagai bagian dari diksi
bertalian dengan ungkapan-ungkapan yang individual atau karakteristik, atau
yang memiliki nilai arstistik yang tinggi (Keraf, 2004:22-23).
15. Mengutamakan kalimat aktif
Kalimat akiff lebih mudah dipahami dan lebih disukai oleh khalayak pembaca daripada kalimat pasif. Sebagai contoh presiden mengatakan, bukan dikatakan oleh presided.Contoh lain, pencuri mengambil perhiasan dari dalam almari pakaian, dan bukan diambilnya perhiasan itu dari dalam almari pakaian oleh pencuri. Bahasa jurnalistik harus.jelas susunan katanya, dan kuat maknanya (clear and strong). Kalimat aktif lebih memudahkan pengertian dan memperjelas pemahaman. Kalimat pasif sering menyesatkan pengertian dan mengaburkan pemahaman.
Kalimat akiff lebih mudah dipahami dan lebih disukai oleh khalayak pembaca daripada kalimat pasif. Sebagai contoh presiden mengatakan, bukan dikatakan oleh presided.Contoh lain, pencuri mengambil perhiasan dari dalam almari pakaian, dan bukan diambilnya perhiasan itu dari dalam almari pakaian oleh pencuri. Bahasa jurnalistik harus.jelas susunan katanya, dan kuat maknanya (clear and strong). Kalimat aktif lebih memudahkan pengertian dan memperjelas pemahaman. Kalimat pasif sering menyesatkan pengertian dan mengaburkan pemahaman.
16. Menghindari kata atau istilah teknis
Karena ditujukan untuk umum, maka bahasa jurnalistik harus sederhana, mudah dipahami, ringan dibaca, tidak membuat kening berkerut apalagi sampai membuat kepala berdenyut. Salah satu cara untuk itu ialah dengan menghindari penggunaan kata atau istilah-istilah teknis. Bagaimanapun kata atau istilah teknis hanya berlaku untuk kelompok atau komunitas tertentu yang relatif homogen. Realitas yang homogen, menurut perspektif filsafat bahasa tidak boleh dibawa ke dalam realitas yang heterogen. Kecuali tidak efelitf, juga mengandung unsur pemerkosaan.
Sebagai contoh, berbagai istilah teknis dalam dunia kedokteran, atau berbagai istilah teknis dalam dunia mikrobiologi, tidak akan bisa dipahami maksudnya oleh khalayak pembaca apabila dipaksakan untuk dimuat dalam berita, laporan, atau tulisan pers. Supaya mudah dicerna dan mudah dipahami maksudnya, maka istilah-istilah teknis itu harus diganti dengan istilah yang bisa dipahami oleh masyarakat umum. Kalaupun tak terhindarkan, maka istilah teknis itu harus disertai penjelasan dan ditempatkan dalam tanda kerung.
Surat kabar, tabloid, atau majalah yang lebih banyak memuat kata atau istilah teknis, mencerminkan media itu : (1) kurang melakukaii pembinaan dan pelatihan terhadap wartawannya yang malas, (2) tidak memiliki editor bahasa, (3) tidak memiliki buku panduan peliputan dan penulisan berita serta laporan, atau (4) tidak memiliki sikap profesional. dalam mengelola penerbitan pers yang berkualitas.
Karena ditujukan untuk umum, maka bahasa jurnalistik harus sederhana, mudah dipahami, ringan dibaca, tidak membuat kening berkerut apalagi sampai membuat kepala berdenyut. Salah satu cara untuk itu ialah dengan menghindari penggunaan kata atau istilah-istilah teknis. Bagaimanapun kata atau istilah teknis hanya berlaku untuk kelompok atau komunitas tertentu yang relatif homogen. Realitas yang homogen, menurut perspektif filsafat bahasa tidak boleh dibawa ke dalam realitas yang heterogen. Kecuali tidak efelitf, juga mengandung unsur pemerkosaan.
Sebagai contoh, berbagai istilah teknis dalam dunia kedokteran, atau berbagai istilah teknis dalam dunia mikrobiologi, tidak akan bisa dipahami maksudnya oleh khalayak pembaca apabila dipaksakan untuk dimuat dalam berita, laporan, atau tulisan pers. Supaya mudah dicerna dan mudah dipahami maksudnya, maka istilah-istilah teknis itu harus diganti dengan istilah yang bisa dipahami oleh masyarakat umum. Kalaupun tak terhindarkan, maka istilah teknis itu harus disertai penjelasan dan ditempatkan dalam tanda kerung.
Surat kabar, tabloid, atau majalah yang lebih banyak memuat kata atau istilah teknis, mencerminkan media itu : (1) kurang melakukaii pembinaan dan pelatihan terhadap wartawannya yang malas, (2) tidak memiliki editor bahasa, (3) tidak memiliki buku panduan peliputan dan penulisan berita serta laporan, atau (4) tidak memiliki sikap profesional. dalam mengelola penerbitan pers yang berkualitas.
17. Tunduk kepada kaidah etika
Salah satu fungsi utama pers adalah edukasi, mendidik (to educated), Fungsi ini bukan saja harus, tercermin pada materi isi berita, laporan, gambar, dan artikel-aritikelnya, melainkan juga harus tampak pada bahasanya. Pada bahasa tersimpul etika. Bahasa tidak saja mencerminkan pikiran tapi sekaligus juga menunjukkan etika orang itu.
Pers berkualitas senantiasa menjaga reputasi dan wibawa martabatnya di mata masyarakat, antara lain dengan senantiasa menghindari penggunaan kata-kata atau istilah yang dapat diasumsikan tidak sopan, vulgar, atau mengumbar selera rendah. Kata-kata vulgar, kata-kata yang menjurus pornografi, biasanya lebih banyak ditemukan pada pers popular lapis bawah dan pers kuning (Sumadiria,2005: 53-61).
Salah satu fungsi utama pers adalah edukasi, mendidik (to educated), Fungsi ini bukan saja harus, tercermin pada materi isi berita, laporan, gambar, dan artikel-aritikelnya, melainkan juga harus tampak pada bahasanya. Pada bahasa tersimpul etika. Bahasa tidak saja mencerminkan pikiran tapi sekaligus juga menunjukkan etika orang itu.
Pers berkualitas senantiasa menjaga reputasi dan wibawa martabatnya di mata masyarakat, antara lain dengan senantiasa menghindari penggunaan kata-kata atau istilah yang dapat diasumsikan tidak sopan, vulgar, atau mengumbar selera rendah. Kata-kata vulgar, kata-kata yang menjurus pornografi, biasanya lebih banyak ditemukan pada pers popular lapis bawah dan pers kuning (Sumadiria,2005: 53-61).
D. BAHASA JURNALISTIK DI INDONESIA
Bahasa
jurnalistik sewajarnya didasarkan atas kesadaran terbatasnya ruangan dan waktu.
Salah satu sifat dasar jurnalisme menghendaki kemampuan komunikasi cepat dalam
ruangan serta waktu yang relatif terbatas. Meski pers nasional yang menggunakan
bahasa Indonesia sudah cukup lama usianya, sejak sebelum tahun 1928 (tahun
Sumpah Pemuda), tapi masih terasa perlu sekarang kita menuju suatu bahasa
jurnalistik Indonesia yang lebih efisien. Dengan efisien saya maksudkan lebih
hemat dan lebih jelas. hemat dan jelas ini penting buat setiap reporter, dan lebih
penting lagi buat editor. Di bawah ini diutarakan beberapa fasal, diharapkan
bisa diterima para (calon) wartawan dalam usaha kita ke arah efisien penulisan.
Penghematan diarahkan ke penghematan ruangan dan waktu. Ini bisa dilakukan di dua lapisan: (1) unsur kata, dan (2) unsur kalimat.
Penghematan diarahkan ke penghematan ruangan dan waktu. Ini bisa dilakukan di dua lapisan: (1) unsur kata, dan (2) unsur kalimat.
a)
Unsur Kata
a.
Beberapa kata
Indonesia sebenarnya bisa dihemat tanpa mengorbankan tatabahasa dan jelasnya
arti.Misalnya:
agar supayaagar, supaya
akan tetapi tapi
apabila bila
sehingga hingga
meskipun meski
walaupun walau
tidak tak (kecuali diujung kalimat atau berdiri sendiri)
agar supayaagar, supaya
akan tetapi tapi
apabila bila
sehingga hingga
meskipun meski
walaupun walau
tidak tak (kecuali diujung kalimat atau berdiri sendiri)
b.
Kata dari pada atau
dari pada juga sering bisa disingkat jadi dari. Misalnya:
”Keadaan lebih baik dari pada zaman sebelum perang”, menjadi ”Keadaan lebih baik dari sebelum perang”. Tapi mungkin masih janggal mengatakan: ”Dari hidup berputih mata, lebih baik mati berputih tulang”.
”Keadaan lebih baik dari pada zaman sebelum perang”, menjadi ”Keadaan lebih baik dari sebelum perang”. Tapi mungkin masih janggal mengatakan: ”Dari hidup berputih mata, lebih baik mati berputih tulang”.
c.
Ejaan yang salah
kaprah justru bisa diperbaiki dengan menghemat huruf.
Sjah sah
khawatir kuatir
akhli ahli
tammat tamat
progressive progresif
effektif efektif
Sjah sah
khawatir kuatir
akhli ahli
tammat tamat
progressive progresif
effektif efektif
d.
Beberapa kata
mempunyai sinonim yang lebih pendek. Misalnya:
kemudian=lalu
makin=kian
terkejut=kaget
sangat=amat
demikian=begitu
sekarang=kini
kemudian=lalu
makin=kian
terkejut=kaget
sangat=amat
demikian=begitu
sekarang=kini
Catatan:
Dua kata yang bersamaan arti belum tentu bersamaan efek, bahasa bukan hanya soal perasaan. Dalam soal memilih sinonim yang telah pendek memang perlu ada kelonggaran, dengan mempertimbangkan rasa bahasa.
Dua kata yang bersamaan arti belum tentu bersamaan efek, bahasa bukan hanya soal perasaan. Dalam soal memilih sinonim yang telah pendek memang perlu ada kelonggaran, dengan mempertimbangkan rasa bahasa.
Penghematan
diarahkan ke penghematan ruangan dan waktu. Ini bisa dilakukan di dua lapisan:
(1) unsur kata, dan (2) unsur kalimat. Penghematan Unsur Kalimat (1) Lebih
efektif dari penghematan kata ialah penghematan melalui struktur kalimat.
1.
Banyak contoh
pembikinan kalimat dengan pemborosan kata.
. Pemakaian kata yang sebenarnya tak perlu, di awal kalimat: Misalnya:
”Adalah merupakan kenyataan, bahwa percaturan politik internasional berubah-ubah setiap zaman”. (Bisa disingkat: ”Merupakan kenyataan, bahwa …..”).
”Apa yang dinyatakan Wijoyo Nitisastro sudah jelas”. (Bisa disingkat: ”Yang dinyatakan Wijoyo Nitisastro……”).
. Pemakaian kata yang sebenarnya tak perlu, di awal kalimat: Misalnya:
”Adalah merupakan kenyataan, bahwa percaturan politik internasional berubah-ubah setiap zaman”. (Bisa disingkat: ”Merupakan kenyataan, bahwa …..”).
”Apa yang dinyatakan Wijoyo Nitisastro sudah jelas”. (Bisa disingkat: ”Yang dinyatakan Wijoyo Nitisastro……”).
2.
Pemakaian apakah atau apa (mungkin pengaruh
bahasa daerah) yang sebenarnya bisa ditiadakan: Misalnya:
”Apakah Indonesia akan terus tergantung pada bantuan luar negeri”? (Bisa disingkat: ”Akan terus tergantungkah Indonesia…..”).
Baik kita lihat, apa(kah) dia di rumah atau tidak”. (Bisa disingkat: ”Baik kita lihat, dia di rumah atau tidak”).
”Apakah Indonesia akan terus tergantung pada bantuan luar negeri”? (Bisa disingkat: ”Akan terus tergantungkah Indonesia…..”).
Baik kita lihat, apa(kah) dia di rumah atau tidak”. (Bisa disingkat: ”Baik kita lihat, dia di rumah atau tidak”).
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Dengan bahasa kita
dapat meyakinkan suatu permasalahan, dengan bahasa kita dapat menyatukan
perbedaan-perbedaan adat, dengan bahasa kita dapat mengetahui nilai dan kultur
budaya, dengan bahasa kita sanggup mempersatukan dan membedakan bangsa, dan
dengan bahasa kita bisa membuat suatu berita yang mampu memberikan sumber
kepercayaan kepada publik.
Salah satunya
adalah bahasa jurnalistik yang merupakan bagian dari media massa yang
berhubungan dengan masyarakat luas. Bahasa jurnalistik adalah bahasa yang mampu
dibaca dan dipahami untuk masyarakat baik kalangan bawah atau atas, maka dari
itu bahasa jurnalistik haruslah mudah dipahami oleh semua kalangan dan mampu
membuat suatu kepercayaan yang formal.
Dapat
disimpulkan bahwa bahasa jurnalistik selalu mengalami perkembangan setiap
harinya sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat. Masa edar yang terbatas dari media
massa membuat materi berita cepat basi. Periode suatu berita ada yang harian,
mingguan, dan bulanan. Bisa saja berita yang dibaca hari ini sudah tidak aktual
lagi untuk dibaca esok harinya. Maka dari itu bahasa jurnalistik terbukti
sangatlah penting untuk segala bentuk keperluan baik pribadi maupun negara.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihan. 2004. Bahasa Jurnalistik Indonesia dan
Komposisi.Yogyakarta: Media Abadi.
Sumadiria, Haris. 2006. Jurnalistik Indonesia.
Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Comments
Post a Comment